The Glory, drakor ini relateable dengan kita. Mengingatkan kita di masa lalu, sebagai korban bullying, atau pelaku bullying. Dampak bullying panjang dan mendalam.
Sayangnya, sampai hari ini, kassus bullying atau perundungan masih banyak terjadi di berbagai negara di dunia.
Di era kemajuan teknologi seperti sekarang, perundungan juga tidak terbatas pada kekerasan fisik saja. Bullying bahkan sudah merambah ke dunia maya, lewat media sosial. Berikut lima Negara dengan kasus perundungan paling banyak didunia.
- Australia
- Di wilayah Eropa dan Amerika Utara, kasus perundungan paling banyak terjadi di Australia. Hasil ini didapatkan dari survei kepada anak laki-laki dan perempuan berusia 11, 13, dan 15 tahun. Dari survey itu didapatkan, satu dari lima anak laki-laki Austria mengaku pernah menjadi korban intimidasi.
- Inggris
Dilansir daro independent.co.uk, sebanyak 29% sekolah di Inggris mendapatkan laporan akan kasus perundungan yang terjadi di institusinya hampir setiap minggu. Hal ini semakin meningkat selama lima tahun terakhir, dan sebagian besar kasus ini terjadi di kawasan institusi pendidikan.
- Rusia
Dikenal sebagai negara dengan penduduk yang keras dan cenderung kaku, tingkat perundungan yang terjadi di negara ini juga terus terjadi. Melansir themoscowtimes.com, 1 dari 4 anak di Rusia mengaku pernah mengalami perundungan di sekolah, baik secara fisik maupun psikis. Perundungan melalui internet juga sering terjadi di negara ini.
- Jepang
Jepang merupakan salah satu negara yang juga terkenal akan kasus bullying yang kerap terjadi. Kasus bullying yang terjadi di negara ini cukup parah, hingga tidak jarang korban yang mengalami bullying berakhir dengan melakukan tindak bunuh diri karena tidak kuat dengan tekanan fisik dan psikis yang dihadapi. Pemerintah secara aktif mencoba mengurangi terjadinya kasus bullying.
- Belgia
Hal menakutkan tentang bullying adalah sebagian besar korban tidak menerima dukungan dari orang tua mereka, bahkan setelah mereka mengungkapkan kekerasan yang terjadi pada diri mereka di sekolah. Hal ini karena mereka merasa takut, beberapa korban lainnya juga gagal berbagi pengalaman negatif tersebut karena beberapa faktor, seperti trauma, takut disalahkan, dan sebagainya.