Aktor Hollywood Jim Caviezel pada tahun 2004 berperan sebagai “Yesus” dalam film The Passion of the Christ. Film garapan Mel Gibson, yang dibuat mendekati kenyataan sejarah, perjalanan penyaliban Yesus 2000 tahun lalu. Film ini mendapatkan penghargaan, tapi juga menuai kontroversi dari kalangan Yahudi.
Jim Caviezel, bintangnya sendiri, melalui pengalaman spiritual tak terlupakan setelah memerankan Yesus, di film paling fenomenal, dan paling sering diputar di saat paskah.
Merayakan paskah, besok, Minggu 9 April, tak hanya film Passion of The Christ kembali diputar. Kesaksian sang aktor pun kembali ramai ditonton.
Berikut kesaksian Jim Caviezel, setelah memerankan film itu:
Banyak resiko dihadapi untuk memerankan Yesus di Hollywood. Sebagai manusia biasa, tak dimungkiri, ia menjadi gentar dengan resiko tersebut.
Basanya aktor pemeran Yesus di Hollywood, tidak akan dipakai lagi dalam film-film lain. Ditambah kemungkinan film ini akan dibenci oleh sekelompok orang Yahudi yang berpengaruh besar dalam bisnis pertunjukan di Hollywood. Sehingga ada kemungkinan kariernya dalam dunia perfilman, bisa habis
Dalam kesenyapan menanti keputusan, apakah jadi bermain dalam film itu, ia berkata pada Mel Gibson. “Mel apakah engkau memilihku karena inisial namaku juga sama dengan Jesus Christ (Jim Caviezel), dan umurku sekarang 33 tahun, sama dengan umur Yesus Kristus saat Ia disalibkan.?”
Mel menggeleng setengah terperengah, terkejut, menurutnya ini menjadi agak menakutkan. Iya, ya. Kok secara kebetulan bisa sama
“Setelah dijalani, Saya tidak membayangkan tantangan film ini jauh lebih sulit dari pada bayangan saya. Dirias selama 8 jam setiap hari tanpa boleh bergerak dan tetap berdiri, saya adalah orang satu-satunya di lokasi syuting yang hampir tidak pernah duduk. Sungguh tersiksa menyaksikan kru yang lain duduk-duduk santai sambil minum kopi. Kostum kasar yang sangat tidak nyaman, menyebabkan gatal-gatal ” ungkap Jim.
Sepanjang hari syuting membuatnya ertekan. Salib yang digunakan, dibuat seasli mungkin seperti yang dipikul oleh Yesus saat itu. Dan itu ukuran aslinya itu sangat berat.
“Saat mereka meletakkan salib itu dipundak saya, saya kaget dan berteriak kesakitan, mereka mengira itu akting yang sangat baik, padahal saya sungguh-sungguh terkejut. Salib itu terlalu berat, tidak mungkin orang biasa memikulnya, namun saya mencobanya dengan sekuat tenaga,” kata Jim.
Jim, mengusahakannya. Tetap berjalan memikul salib itu. “Yang terjadi kemudian setelah dicoba berjalan, bahu saya copot, dan tubuh saya tertimpa salib yang sangat berat itu. Dan sayapun melolong kesakitan, minta pertolongan. Para kru mengira itu akting yang luar biasa, mereka tidak tahu kalau saya dalam kecelakaan sebenarnya.”
Jim cidera hingga dirawat. “Dalam pemulihan dan penyembuhan, Mel datang pada saya. Ia bertanya apakah saya ingin melanjutkan film ini, ia berkata ia sangat mengerti kalau saya menolak untuk melanjutkan film itu,” Jim menuturkan kembali.
Masih terbaring lemah, Jim berkata, “Saya tidak tahu kalau salib yang dipikul Tuhan Yesus seberat dan semenyakitkan seperti itu. Tapi kalau Tuhan Yesus mau memikul salib itu bagi saya, maka saya akan sangat malu kalau tidak memikulnya walau sebagian kecil saja. Mari kita teruskan film ini.”
Maka mereka mengganti salib itu dengan ukuran yang lebih kecil dan dengan bahan yang lebih ringan, agar bahu saya tidak terlepas lagi, dan mengulang seluruh adegan pemikulan salib itu. Jadi yang penonton lihat didalam film itu merupakan salib yang lebih kecil dari aslinya.
Bagian syuting selanjutnya adalah bagian yang mungkin paling mengerikan, baik bagi penonton dan juga bagi saya, yaitu syuting penyambukan Yesus.
Jim gemetar menghadapi adegan itu..
Karena cambuk yang digunakan itu sungguhan. Sementara punggung Jim hanya dilindungi papan setebal 3 cm..
Suatu waktu para pemeran prajurit Roma itu mencambuk dan mengenai bagian sisi tubuhnya yang tidak terlindungi papan. “Saya tersengat, berteriak kesakitan, bergulingan ditanah sambil memaki orang yang mencambuk saya. Semua kru kaget dan segera mengerubungi saya untuk memberi pertolongan.”
Tapi bagian paling sulit, bahkan hampir gagal dibuat yaitu pada bagian penyaliban.
Lokasi syuting di Italia sangat dingin, sedingin musim salju, para kru dan figuran harus manggunakan mantel yang sangat tebal untuk menahan dingin..
“Sementara saya harus telanjang dan tergantung diatas kayu salib, diatas bukit yang tertinggi disitu. Angin dari bukit itu bertiup seperti ribuan pisau menghujam tubuh saya. Saya terkena “hypothermia” (penyakit kedinginan yang biasa mematikan), seluruh tubuh saya lumpuh tak bisa bergerak, mulut saya gemetar bergoncang tak terkendalikan. Mereka harus menghentikan syuting, karena nyawa saya jadi taruhannya.”
Semua tekanan, tantangan, kecelakaan dan penyakit, sempat membuat Jim depresi.
“Adegan-adegan tersebut telah membawa saya kepada batas kemanusiaan saya. Dari adegan-keadegan lain semua kru hanya menonton dan menunggu saya sampai pada batas kemanusiaan saya, saat saya tidak mampu lagi baru mereka menghentikan adegan itu. Ini semua membawa saya pada batas-batas fisik dan jiwa saya sebagai manusia.”
Jim mengaku hampir gila dan tidak tahan dengan semua itu, sehingga seringkali ia harus lari jauh dari tempat syuting untuk berdoa..
Hanya untuk berdoa, berseru pada Tuhan kalau ia tidak mampu lagi, “Saya memohon pada Dia agar memberi kekuatan untuk melanjutkan semuanya ini. Saya tidak bisa, masih tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus sendiri melalui semua itu,” kenang Jim.
Dan peristiwa terakhir yang merupakan mujizat dalam pembuatan film itu adalah saat Jim berada diatas kayu salib.
Saat itu tempat syuting mendung gelap karena badai akan datang, kilat sambung menyambung diatas para pemain. Tapi Mel tidak menghentikan pengambilan gambar, karena memang cuaca saat itu sedang ideal sama seperti yang seharusnya terjadi seperti yang diceritakan.
“Saya ketakutan tergantung diatas kayu salib itu, disamping kami ada dibukit yang tinggi, saya adalah objek yang paling tinggi, untuk dapat dihantam oleh halilintar. Baru saja saya berpikir ingin segera turun karena takut pada petir, sebuah sakit yang luar biasa menghantam saya beserta cahaya silau dan suara menggelegar sangat kencang (setan tidak senang dengan adanya pembuatan film seperti ini). Dan sayapun tidak sadarkan diri,” papar Jim.
Yang diketahui kemudian, banyak orang yang memanggil-manggil meneriakkan namanya, saat Jim membuka mata semua kru telah berkumpul disekelilingnya, sambil berteriak-teriak “dia sadar! dia sadar.!” (dalam kondisi seperti ini mustahil bagi manusia untuk bisa selamat dari hamtaman petir yang berkekuatan berjuta-juta volt kekuatan listrik, tapi perlindungan Tuhan terjadi disini).
“Apa yang telah terjadi.?” Tanya Jim. Mereka bercerita bahwa sebuah halilintar telah menghantamnya diatas salib itu, sehingga mereka segera menurunkan Jim dari situ.
“Tubuh saya menghitam karena hangus, dan rambut saya berasap, berubah menjadi model Don King. Sungguh sebuah mujizat kalau saya selamat dari peristiwa itu.”
Sebuah kesaksian, sebuah pengalaman spiritual, yang mengubah kehidupan Jim selanjutnya.