A Christmas Carol – Berkisah tentang seorang pria pelit, kikir, dan pemarah, Ebenezer Scrooge. Pada malam Natal, ia didatangi oleh hantu Jacob Marley, rekan bisnisnya yang telah meninggal 7 tahun lalu. Hantu Marley yang sedih dan gentayangan terikat rantai besi dan peti uang yang berat, hasil keserakahan dan keegoisannya semasa hidup.
Marley memperingatkan rekannya, bahwa Scrooge memiliki satu kali kesempatan untuk berubah agar tidak berakhir seperti dirinya: ia akan dikunjungi oleh 3 Roh Natal dan harus mendengarkan atau ia akan dihukum untuk membawa rantai yang lebih berat.
Dalam setiap kunjungan Roh Natal dari Natal masa lampau, Roh Natal Masa Sekarang dan Roh Natal Masa Depan, Scrooge diperlihatkan dirinya sendiri dari sudut pandang orang ketiga. Bagaimana sifat dan perilakunya telah menyakiti banyak orang dan bagaimana hidupnya akan berakhir dengan menyedihkan di masa depan. Perjalanan dimensi waktu Scrooge dengan Roh Natal, telah mengubahnya menjadi orang yang lebih baik.
A Christmas Carol – salah satu karya paling popular Charles Dickens, yang diterbitkan pada 19 Desember 1843, diikuti oleh cetakan-cetakan selanjutnya yang tak terhitung, diadaptasi berkali-kali dalam buku, pertunjukan panggung dan produksi film layar lebar hingga masa kini, merupakan sebuah Novel yang ditulisnya hanya dalam waktu 6 minggu.
Beranjak dari secercah harapan untuk menghidupi keluarganya yang sedang kesulitan keuangan, kisah A Christmas Carol diterima dengan sangat baik di masyarakat kala itu dan menjadi sebuah karya klasik yang dicintai hingga kini.
Pada waktu itu karir Dickens sebagai seorang penulis tengah mengalami kemerosotan, The Life and Adventures of Martin Chuzzlewit – Novel Serialnya tidak terjual dengan baik. Hal ini menyebabkan pihak penerbit mengurangi honornya dari £200 menjadi £150 per bulannya. Tentunya keadaan ini akan sangat merugikannya baginya, isteri, keempat anak dan calon bayinya.
Namun ternyata keterpurukan keuangannya bukanlah faktor semata wayang dalam menulis A Christmas Carol.
- Sebuah Protes Politik Menjadi Cikal Lahirnya A Christmas Carol
Pada awal tahun 1843, melansir dari Time.com, Dickens membaca sebuah laporan pemerintah yang berisi data wawancara yang disusun oleh teman jurnalisnya tentang anak-anak yang bekerja sebagai buruh pada masa itu di Inggris, bagaimana mereka bekerja dengan waktu kerja yang begitu lama, upah yang rendah, dan lingkungan kerja yang berbahaya.
Ia membaca bagaimana seorang gadis kecil harus bekerja menjahit pakaian selama 16 jam dalam sehari dan 6 hari dalam seminggu, untuk sebuah lini pakaian kelas menengah atas yang sedang berkembang pangsa pasarnya. Dickens menggambarkan gadis ini sebagai Martha Cratchit di dalam karya klasiknya ini.
Di dalam laporan itu Ia juga membaca tentang seorang anak laki-laki berusia 8 tahun yang harus bekerja lebih dari 11 jam sehari menyeret gerobak berisi batu bara melalui jalan-jalan kecil di bawah tanah.
Yang sangat membuat Dickens merasa terpukul adalah bahwa hal-hal demikian dianggap biasa pada masa itu di dalam masyarakat.
Dickens yang semasa kecilnya juga bekerja di pabrik karena keadaan keluarganya yang miskin, merasa memiliki keterikatan batin dengan mereka yang berjuang melawan kemiskinan, terutama anak-anak.
Ia menorehkan penanya dan sebuah pamflet politik berjudul “An Appeal to the People of England on behalf of the Poor Man’s Child“– Sebuah Tuntutan kepada Rakyat Inggris atas nama Anak Orang Miskin” hendak diterbitkan.
Namun Dickens berubah pikiran dan menunda pamflet tersebut. Melansir dari Biography,com, dalam sebuah surat tercatat pada tanggal 10 Maret 1843, ia menyatakan ia memiliki cara lain yang memiliki 20.000 kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan pamflet itu.
Kemudian ia mengunjungi sekolah-sekolah untuk orang miskin di daerah kumuh (disebut: sekolah compang-camping, karena mengacu pada pakaian usang yang dikenakan oleh murid-murid sekolah itu). Di sekolah itu, ia bertemu dengan anak-anak yang hidup sebagai pencuri dan pelacur untuk bertahan hidup.
Pada Oktober, ia melakukan perjalanan ke Manchester untuk memberikan pidato tentang pentingnya Pendidikan bagi setiap orang untuk setiap kelas sosial.
Setelah pidatonya ini, ia memiliki ide untuk A Christmas Carol – sebuah buku yang mempertontonkan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh orang miskin, dan bagaimana kemurahan hati seseorang akan dapat mengurangi beban hidup mereka.
Charles Dickens menulis A Christmas Carol pada bulan Oktober 1843 dan menyelesaikannya 6 minggu kemudian, dengan tidak lebih dari 30.000 kata. Menulis cerita seperti ini adalah suatu hal yang baru baginya, dimana novel-novelnya yang lain berbentuk serial selama bertahun-tahun lamanya. Cara ini membantunya mengukir sebuah cerita yang kuat.
Karakter Tiny Tim, seorang anak kecil yang sakit namun ceria, yang akhirnya mengubah hati seorang Ebenezer Scrooge, dilukiskannya dari dua orang keluarganya sendiri; adik laki-lakinya yang sakit, Tiny Fred dan seorang keponakannya, Henry Burnett Jr., penyandang disabilitas.
Selain Tiny Tim, Dickens juga memotret kesengsaraan masa itu ke dalam A Christmas Carol dalam bentuk seorang anak laki-laki Bernama Ignorance (Ketidakpedulian) dan seorang gadis Bernama Want (Keinginan). Keduanya berada di bawah jubah ‘Roh Natal Masa Sekarang’. Mereka digambarkan sebagai anak-anak kurus, menyeramkan, sengsara dan hina.
A Christmas Carol langsung sukses saat debutnya pada tanggal 19 Desember 1843 dengan 6.000 eksemplar yang terjual habis dalam waktu 1 minggu.
Dickens mengubah pamflet politiknya menjadi suatu prosa yang membalut fakta dalam sejarah kelam Revolusi Industri di Inggris, mengisinya dengan isu-isu sosial yang tengah terjadi saat itu dengan menciptakan kedalaman karakter-karakter yang mewaklili kejamnya sebuah revolusi peradaban manusia.
Ia telah menciptakan kekuatan abadi yang menyuarakan pesan kaum tertindas, lebih besar dari yang ia harapkan. Lebih kuat dari 20.000 kekuatan pamflet politik. Karyanya telah dibaca, ditonton lebih dari jutaan orang di seluruh dunia selama 178 tahun. Dan akan selalu menjadi karya klasik yang bertahan melintasi waktu.
Dickens menulis buku dan artikel lain pada waktu Natal di tahun-tahun berikutnya, namun karya-karya itu sebagian besar telah dilupakan, seperti The Chimes and The Cricket on the Hearth.
Terlepas dari kesuksesan A Christmas Carol, Dickens tidak mendapatkan keuntungan besar dan menyelesaikan masalah keuangan seperti yang diharapkannya. Alih-alih £1.000, ia hanya menerima £250. Penjualan buku itu tidak cukup untuk menutup biaya produksi, yang mencakup berbagai perubahan yang dipaksakan oleh Dickens, buku-buku indah dengan sampul kain merah, kertas bermutu tinggi dan ilustrasi berwarna.
- A Christmas Carol menginspirasi Pengusaha untuk Berbuat Kebaikan Seperti yang Mr. Scrooge Lakukan.
Pembacaan resmi buku A Christmas Carol oleh Charles Dickens pertama kali digelar pada tahun 1953 untuk acara amal. Dan setelah itu setidaknya ada 127 pembacaan A Christmas Carol oleh Charles Dickens, yang merupakan pertunjukan berbayar.
Sebuah kisah nyata menarik melansir dari New England Historical Society, setelah mendengar pembacaan buku A Christmas Carol oleh Dickens di Boston pada sebuah malam natal tahun 1867, seorang pengusaha, bernama Fairbanks, memutuskan untuk menutup pabriknya pada hari natal. Ia juga mengirimkan hidangan Ayam Kalkun bagi seluruh karyawannya. Seperti yang dilakukan Scrooge.
Kisah ini telah menyebarkan pesan dan semangat natal dari A Christmas Carol, sebuah alasan lain mengapa nama Charles Dickens akan selamanya terikat dengan Natal dan novelnya yang terkenal, A Christmas Carol.
Dan selamanya, menjadi sebuah monumen peringatan akan masa-masa kelam manusia. Dengan harapan kemurahan hati seseorang, siapa dan dimana pun ia berada, dapat meringankan beban hidup sesamanya dan menjadi pribadi yang lebih bahagia, seperti Mr. Scrooge.