Hai moms! Sudah dengar kan kalau Mas Menteri Nadiem mendorong untuk diberlakukannya pembelajaran tatap muka di daerah PPKM level 1, 2, dan 3? Berita ini tentu menjadi kabar gembira untuk para ibu yang sudah lelah menemani anak sekolah dari rumah dan menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ) ya, terlepas dari masih adanya pro dan kontra terkait wacana pembelajaran tatap muka di masa pandemi ini.
Sebenarnya wajar saja kalau para bunda yang memiliki anak usia sekolah merasa “gemas” saat mendampingi anak PJJ. Hal ini dirasakan oleh hampir semua orang tua di seluruh dunia kok. Namun sejauh mana sih rasa “gemas” itu tanpa kita sadari ternyata menjurus kepada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap anak? Yuk, simak penjelasan singkat sebagai berikut.
Hak Anak dan Perlindungan atas Tindak Kekerasan
“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” (Pasal 4 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).
Pasal tersebut menyebutkan bahwa anak berhak mendapat perlindungan dari kekerasan. Lalu apa yang dimaksud sebagai kekerasan?
“Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.” (Pasal 1 angka 15a UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002).
Mungkin pernah terlontar dari mulut kita saat mengajari anak di rumah kalimat-kalimat seperti “Kamu bodoh ya? Begitu saja ga bisa!” atau “Kalau ga bisa mengerjakan soal itu, kamu dihukum!” atau bahkan tindakan-tindakan seperti mencubit, menjewer dan memukul saat kita kehilangan kesabaran dalam menghadapi anak. Ketahuilah moms, semua hal tersebut termasuk kekerasan terhadap anak. “Ah, tapi kan saya cuma bilang bodoh saja, ga pernah mukul”. Iya, tapi kata-kata itu akan melukai batin anak. “Ah, cuma dicubit sedikit saja, ga berdarah kok”. Iya, tapi rasa sakit tiap orang itu berbeda dan most likely saat terjadi kekerasan pada fisik maka batin pun ikut terluka.
Ancaman Pidana Terhadap Pelaku Kekerasan Terhadap Anak
“Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak” (Pasal 76C UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002).
Nah apa hukumannya kalau kita melakukan kekerasan terhadap anak?
“(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.”
(Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002).
Ternyata hukumannya lebih berat ya moms kalau pelaku kekerasan terhadap anak adalah orang tuanya sendiri. Dilansir dari berbagai sumber, tingkat KDRT terhadap anak di masa pandemi ini semakin meningkat dan kebanyakan pelaku KDRT terhadap anak adalah orang terdekatnya.
Tips dan Trik Sukses Mendampingi Anak PJJ
Setelah membaca pasal-pasal seram di atas, bisa jadi kita tersadar dan makin berhati-hati dalam menghadapi anak karena takut akan hukumannya. Namun alangkah baiknya jika kita mengubah mindset dari semula “tidak melakukan KDRT karena takut dihukum” menjadi “KDRT tidak perlu terjadi”. Berikut beberapa tips dan trik untuk sukses mendampingi anak PJJ tanpa KDRT.
- Pahami bahwa anak adalah partner kita dalam proses PJJ ini
Perubahan pola belajar akibat pandemi tentu memerlukan masa adaptasi yang tidak sebentar. Orang tua dan anak sama-sama harus beradaptasi dari pola “ideal” yang selama ini kita tahu yaitu belajar di sekolah menjadi belajar di rumah alias PJJ. Kerja sama antara orang tua dan anak menjadi kunci penting mensukseskan PJJ.
- Ikut seminar dan webinar parenting
Memiliki anak tidak serta merta menjadikan kita orang tua yang ahli dalam mendidik anak. Apalagi di masa pandemi ini, yang mana segala sesuatunya tidak lagi ideal baik bagi anak maupun orang tua. Dengan mengikuti seminar dan webinar parenting, banyak ilmu yang bisa kamu dapat dalam hal pengasuhan anak. Kendala yang paling sering dialami oleh orang tua saat menemani anak PJJ adalah kurang sabar. Pasti gregetan ya kalau anak ditanya 2 kali 3 jawabnya tidak tahu. Nah di seminar dan webinar parenting ini biasanya diajarkan juga cara mengelola emosi bagi orang tua.
- Siapkan tempat yang nyaman dan perangkat yang dibutuhkan untuk anak menjalani PJJ
Terkait dengan tempat belajar yang nyaman, pendapat anak sangat penting tapi orang tua juga harus bisa menilai, suasana dan tempat belajar seperti apa yang paling baik bagi anak. Kalau anak lebih bisa berkonsentrasi jika belajar di ruangan yang menyerupai kelas, maka jika memungkinkan kamu bisa lho mendekor kamar anak atau kamar belajar menjadi mirip ruang kelas di sekolah. Jangan lupa ajak anak untuk sama-sama mendekor ruang belajarnya. Ini juga bisa sekaligus menjadi quality time antara orang tua dan anak.
- Tingkatkan komunikasi dengan guru
Komunikasi dengan guru di saat menjalani PJJ memegang peran penting. Tanyakan pada guru apakah anak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Jika ada laporan bahwa anak tidak mengumpulkan tugas, tahan emosi dulu. Tarik napas dalam-dalam, hembuskan dan bersabarlah, jangan langsung memarahi anak. Coba kamu lakukan nego terlebih dahulu dengan guru apakah tugasnya boleh dikumpulkan meskipun terlambat (silahkan cari alasan kenapa anak sampai terlambat mengumpulkan tugasnya ya ^_^). Kemudian, bimbing anak untuk menyelesaikan tugas tersebut sekaligus berikan pengertian kepada anak bahwa mengerjakan tugas harus tepat waktu.
- Pererat silaturahmi dengan sesama orang tua
Perlu diingat bahwa kita tidak berjuang sendiri. Sharing session di antara orang tua bisa menjadi ajang yang baik dalam mensukseskan PJJ. Orang tua bisa saling membagikan motivasi juga tips dan trik bagaimana mendampingi anak menjalani PJJ. Pertahankan positive vibe dalam grup, jangan malah jadi ajang pamer ya moms.
- Berpikir positif dan ikhlas
Mungkin ini hal yang paling sulit. Di tengah kondisi perekonomian yang tidak menentu, orang tua juga harus mengambil peran besar dalam hal pendidikan anak yang sebelumnya diemban oleh para guru di sekolah. Namun demikian, ada keterbatasan kemampuan orang tua untuk bisa membantu anak belajar. Hal ini lah yang kadang meningkatkan kadar stres pada orang tua yang akhirnya dilampiaskan kepada anak dalam bentuk kekerasan.
Demikian moms, semoga bermanfaat. Selalu ingat bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan manusia, pandemi ini juga pasti akan segera berakhir! Maka dari itu always happy and healthy! (tiana)