“Dia memanfaatkan kepolosanku. Dia mengajakku bersenang-senang, lalu memaksaku melakukannya (seks). Dia menyebutku pelacur”
Mena Suvari, nama dan kecantikannya menggema di tahun 1999, ketika ia membawa American Beauty ke dalam daftar film peraih Oscar. Sejak saat itu, orang tak pernah melupakan penampilan ikonisnya. Ingat American Beauty, maka langsung terlintas parasnya.
Tapi di balik prestasi dan popularitasnya, tak banyak yang tahu, bagaimana kelamnya kehidupan seorang Mena Suvari. Sisi gelap kehidupannya, baru diungkapkan Mena (42) melalui memoir-nya yang baru dirilis, “The Great Peace: A Memoir”. Kepada portal hiburan AS, Peope, ia mengungkapkan bagian demi bagian kehidupannya yang boleh dibilang tragis.
Diperkosa di Usia 12 Tahun
“Saya menjalani dua kehidupan. Setiap kali saya ada di lokasi syuting. Setiap kali saya diwawancara, saya hanya berakting. Seolah saya baik-baik saja. Ini peran yang saya jalani dalam kehidupan saya,” ungkap Mena.
Dilecehkan, diperkosa, kekerasan seksual, seperti makanan sehari-hari dalam kehidupan Mena. Bahkan ia harus merasakan dicelehkan dari usia yang masih sangat muda. “Di antara usia 12 dan 20 tahun, saya adalah korban kekerasan seksual berulangn-ulang,” akunya.
Pengalaman pahit ini dimulai sejak ia duduk di bangku kelas 6. Mena diperkosa oleh salah satu teman kakaknya, yang ia juluki “KJ” di bukunya. Saat itu ia adalah “gadis baru” di lingkungan yang baru. Mena dan keluarganya baru saja pindah ke Charleston, SC, “Saya berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, berusaha mencari teman dan diterima oleh orang-orang di sana,” tutur Mena.
Di masa itulah, di antara orang-orang yang baru dikenal, dia bertemu KJ. KJ senang mengejar dan menggodanya. Dan beberapa kali memaksanya untuk mencoba berhubungan seks. “Tidak, saya tidak mau,” Mena kerap mengelak. Suatu hari, selepas berulang tahun ke-13, KJ mengajaknya ke sebuah ruangan eksklusif. Di sanalah, KJ memperkosanya.
“Sebagian dari diriku mati hari itu,” ucap Mena.
“Dia memanfaatkan kepolosanku. Dia mengajakku bersenang-senang, lalu memaksaku melakukannya (seks). Dia menyebutku pelacur. Saya, sejak saat itu, tidak tahu bagaimana wajah seks yang sehat. Pilihan-pilihan yang baik tentang seks menjadi kabur. Nilai dalam diri saya, ada yang hancur,” kenang Mena.
Di satu titik, Mena menyalahkan dirinya sendiri, kenapa ia membiarkan hal itu terjadi padanya. Ada rasa malu yang pelan-pelan menghancurkan dirinya. Di sisi lain, Mena memaksa dirinya untuk melupakan luka itu, walau susah, karena ia tahu, ia harus bertahan hidup.
“Teman, Manajer, Pelindungku Memaksaku Berhubungan Seks”
Mena pindah ke Hollywood pada usia 15 tahun, meniti kariernya di dunia akting. Ia didampingi oleh seorang manajer. Tapi manajer yang dianggap teman dan pelindungnya ini tak memberinya pilihan, ketika memaksanya berhubungan seks.
“Di saat itu saya tidak punya siapa-siapa lagi. Keluarga saya hancur berantakan. Ibu saya pindah ke kota lain, dan ayah saya terkena gangguan mental. Saya merasa tidak punya pilihan hidup yang lebih baik, kepada siapa saya harus berteduh? Menuruti kemauan manajerku, demi hidupku, yang saat itu terlintas.”
Dilecehkan berulang kali, membuat Mena jatuh ke dalam obat-obatan dini. Klub-klub malam, pesta telah menjadi bagian dari kehidupan Hollywood. Sehingga mudah baginya terjerumus ke dalam kegelapan ini.
*Bersambung ….